Pages

Subscribe:

Labels

Prakata;

Blog ini dalam tahap pengembangan, sumbangsih ide, kritik dan saran sangat kami harapkan. Terima kasih..

Rabu, 18 September 2013

Tentang Tattoo Nisan di Dada Lelaki Tua




sudah sejak lama ia putuskan berhenti
memperdulikan isyarat tubuh yang menggoda
dari balik bayang-bayang hitam
juga tawa yang betina

seperti halnya ia susah payah
menyamarkan kembang kempis hidung
dan jemarinya yang gemetar dipermainkan ingatan
acap kali ia berkaca

;aku telah melupakanmu

padang rumput hijau, tempat semula
ia gembalakan segala rencana
telah serupa pusara
begitu dingin,
sejak hening senja di beranda rumah itu
menjadi semarak oleh riuh rendah pesta

sejak itu pula, ia putuskan
mengubur dalam-dalam seluruh kenangan
dengan tattoo nisan yang tak mampu ia namai
di dadanya

32 tahun berlalu
segalanya seperti tak berarti

;engkau masih wanita itu
sosok rapuh itu dipeluknya

lalu,
seperti ada yang tiba-tiba bangkit
dari pusara di dadanya

-Chinmi-
Jakarta, 29 April 2013

Sajak Ikan



sepagi ini
ada yang sibuk di pantai
bergerak kesana kemari
lalu sembunyi
seperti bermain petak umpet

aku jadi berpikir
alangkah senang ikan-ikan itu
aku ingin ikut berenang
tapi sebelum ini tak ada yang mengajariku

seperti halnya tak ada yang mengajariku patah hati
sekarang di sini aku hanya berharap ada perempuan
yang juga sedang patah hati

kami berkenalan, lalu bergantian
menceritakan pasangan kami  masing-masing.
setelah itu kami makan bersama
dan saling menertawai

aku tak berpikir saat itu
kami akan langsung saling jatuh cinta
karena perasaan seperti itu
lebih seperti cerita di novel saja

aku hanya ingin mengajaknya belajar berenang
paling tidak jika akhirnya kami tenggelam
ikan-ikan itu tak mengira
kami bunuh diri

jasad kami biarlah mengambang
dan menjadi santapan halal mereka
sedang pada arwah kami akan tumbuh sirip dan ekor
lalu kami berenang sebebas-bebasnya

bebas, lepas
lepaslah semua

tapi, kemana ikan-ikan itu


Ampana, 22 Mei 2013

Muson Timur ; kepada Neng Rini


 
kusambut engkau
wahai angin yang payah
seberangi samudera hindia

rebah sajalah,
pilih satu dada kami
yang telanjang tanpa benang
dan tegak di galang-galang geladak

seberapa lama
engkau betah tuk singgah
semasa itu pula bilik kami
terbuka tuk kau tempati

wahai tamu agung
larung gundah kami
dalam gulung-gulung ombak
jika engkau pergi nanti

dan kabarkan lewat cuaca
dimana tempat ikan-ikan berpesta
sungguh lama
kami tiada berpesta


Pemengpeuk, 28 Mei 2013

Minggu, 05 Agustus 2012

Berjalan Di Antara Rerimbun Sawit

berjalan di antara rerimbun sawit
aku seperti kembali dihadapkan pada keruwetan nasib
cakrawala hitam membentang tanpa tepi
di situ, seolah burung hitam
Aku melayang-layang mencari kepastian

kekasihku
batinku kosong mlompong
seperti lorong-lorong sempit kebun sawit
sudikah engkau memenuhi
dengan segala gelegak rindu

kekasihku,
kekasihku
aku linglung menemukan relung tempat kau bermenung
berulang kali mencari
tak jua ujudmu mampu kutemui

apakah jiwaku terlalu kerdil untuk dapat merangkulmu
jika benar begitu, maka biarkan aku terus melayang
agar labirin semu kehidupan ini
mampu kupandang dengan luas
dan dengan pasti kutemukan arah
menuju fitrahmu


Palembang, 04082012

Rabu, 21 Maret 2012

Ketika Memandang Sebuah Potret


ketika memandang sebuah potret
ada menara menjulang sunyi
tembus dadaku

hanya sekali
terdengar jerit panjang
seperti ada yang jatuh dari puncaknya

setelah itu tak ada apa-apa
selain bangkai-bangkai kataku
yang menjelma puisi

Jakarta, 210312

Hujan Di Pedalaman


 
pada tanah-tanah pedalaman
hujan terjebak kebingungan musimnya sendiri
kebingungan yang mesra
kemesraan yang lugu
seakan memang seperti itu harusnya

padahal dalam diam rawa-rawa
begitu terdengar kasak-kusuk
tentang kedatangan fajar yang berkabut
yang mengusik tidur panjang dan membenamkan mimpi
ke tempat terdalam dari tubuh mimpi itu sendiri

ya! hujan pada tanah pedalaman
selalu seperti kembara yang membuat goresan
pada kulit-kulit pohon di setiap awal kedatangan
meski tidak semua datang sebagai fajar pemberi terang
beberapa di antaranya bahkan membawa sial

mendangkalkan sungai
menyusutkan hutan
menelanjangi bukit-bukit
dan menciptakan lubang hitam dalam pada tanah
pada dada-dada penghuni pedalaman

kembara sejati adalah aku
menampung hujan di pedalaman
dalam saku bajuku

Manokwari, 16 Maret 2012

Minggu, 05 Februari 2012

Pulang ke Kotamu


Pulang ke Kotamu

aku elang,
memandang nyalang padang kenang

aku ingat, pada rumpun belukar hitam
kumangsa tikus hitam di situ
memang tak enak
darahnya amis, dagingnya tipis tak seperti kelinci
tapi cericitnya selalu menggairahkan

pulang ke kotamu
aku senang,
bertengger di dahan randu lapuk
sembari mematuk sisa sisa cerita
yang lekat padanya

terutama tentangmu
; cah ayu


Salam
-Chinmi-
06022012